Gen Z Supremacy dan Pemilu 2024: Yang Muda Yang Berkuasa

Reading Time: 4 minutes
Gen Z dalam aksi reformasi dikorupsi

Masih inget dengan #ReformasiDikorupsi? Aksi mahasiswa pada 2019 ini digadang sebagai aksi demonstrasi terbesar di Indonesia setelah Reformasi 1998. Nah, seperti demonstrasi 1998, demonstrasi #ReformasiDikorupsi juga digerakkan oleh anak muda. Dalam hal ini, Gen Z. 

Aksi #ReformasiDikorupsi yang sebagian besar didorong oleh mahasiswa Gen Z (kelahiran 1995-2000) itu juga diisi dengan warna lain: mulai dari influencer seperti Awkarin, wibu, hingga K-popers yang menyampaikan penolakkannya pada berbagai aturan yang dinilai bermasalah.

For nostalgia’s sake, berikut adalah rangkuman tuntutan yang menggarisbawahi aksi #ReformasiDikorupsi kala itu:

  • RUU bermasalah (RKUHP, Pertambangan, Minerba, Pertahanan, Pemasyarakatan, Ketenagakerjaan)
  • Mendesak pembatalan UU KPK
  • Mendesak pengesahan RUU PKS dan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga
  • Stop militerisme di Papua
  • Menuntut menuntaskan pelanggaran HAM dan mengadili penjahat HAM
  • Menolak TNI dan Polri menempati jabatan sipil
  • Mendesak pembatasan pimpinan KPK pilhan DPR yang bermasalah

Mengutip Aulia Nastiti dari Northwestern University, Gen Z memiliki peran politik yang penting dan berbeda dengan generasi sebelumnya karena memiliki karakteristik sebagai digital native dan berpikiran terbuka. Dalam artian lain, mereka tumbuh dan ‘bersuara’ sebagai generasi yang kritis, inklusif, cakap teknologi, mudah berkompromi, menghendaki perubahan sosial, dan menyukai keunikan. 

Hal tersebut sesuai dengan hasil riset kami bahwa Generasi Z memiliki self-values berupa benevolence dan universalism. Dalam konteks ini, mereka peduli terhadap kesejahteraan bersama dan keberlangsungan lingkungan hidup. 

Melansir Tirto, jika dibandingan dengan aksi Reformasi 1998 yang dipimpin oleh Gen X (kelahiran 1965-1980), Gen Z lebih toleran terhadap isu-isu ras, seksualitas, dan keberagaman—yang dianggap sebagai hal tabu oleh generasi sebelumnya, 

Aksi #ReformasiDikorupsi pun sangat memanfaatkan media sosial untuk menjadi alat mahasiswa mengumpulkan dana bantuan, informasi mahasiswa hilang, letak ambulans, dan update kondisi lapangan. Tak heran, gerakan itu begitu terkoordinir, massive, dan beresonansi.

“Media sosial sangat membantu pergerakan demo saat itu. Dengan media sosial semua terekam. Meski dijadiin alat menunggangi kelompok lain, tapi media sosial membantu banget untuk bangun semangat bersama,” kata Gabrielle Alicia, seperti dikutip dari Tirto

 

 

Sayangnya…..

 

Poster Mahasiswa dan Gen Z Pada Aksi #ReformasiDikorupsi
Di luar konteks tuntutan mahasiswa dan respon terbaik yang diberikan pemerintah, ada suatu ironi yang muncul dari aksi politik Gen Z di kala itu. 

Dikutip dari Tirto, para mahasiswa menyayangkan respon dan fokus pihak yang terlalu tertuju pada poster yang menyalurkan kekecewaan melalui humor. 

“Yang disorot cuma poster lucu dan kisruh. Protes di poster kemarin bukan lucu-lucuan, ini justru adalah propaganda kami supaya (tuntutannya dan) masalah di RUU-RUU ambyar itu bisa lebih dipahami,” kata Jihan Fauziah, mahasiswa Fakultas Humum Universitas Indonesia. 

 

 

Untungya, Gen Z Bergerak Didasari oleh Self-Values

 

 

View this post on Instagram

 

A post shared by UMN Consulting (@umn_consulting)

Menurut salah satu peneliti UMN Consulting, Rossalyn Asmarantika, Gen Z yang terlahir di era digital memainkan peran penting dalam memungkinkan mereka menerapkan self-values di kehidupan sehari-hari.

Dengan arus informasi yang pesat mengenai human interest, mereka dipermudah untuk meningkatkan nilai filantropis mereka. 

“Kita perlu mempertimbangkan kemampuan generasi digital native itu dalam menggunakan internet yang menyebabkan mereka bisa mendapatkan pengetahuan yang dibutuhkan. Pada akhrinya, hal ini membantu mereka dalam melihat gambaran yang lebih besar dari suatu isu sebelum bertindak,” jelas Rossalyn.

Hal ini sejalan dengan temuan kami pada riset Gen Z’s Digital Media Consumption and Activities. Meski media sosial berperan besar dalam memberikan informasi, sangatlah natural bagi Gen Z untuk menggali lebih lanjut sebelum bertindak.

Ini juga sesuai dengan hasil survei kami yang menunjukkan tujuan generasi zoomers mengakses berita didasari oleh keinginan mereka untuk update (68,2%), menambah pengetahuan (68%), dan mengkonfirmasi informasi (52,6%).

“Dari yang saya lihat, banyak isu politik memang menyulut kemarahan orang. Ini bisa mempengaruhi pandangan seseorang tentang pemerintah dan politik. Meski saya paham kenapa masyarakat marah, saya juga berusaha mencari sudut pandang dari pemerintah. Kenapa begini? Terlalu subjektif bagi saya kalo hanya melihat pandangan masyarakat,” kata Elfina Weldyan (22). 

 

 

Cara Biar Gen Z nggak Illfeel…

 

Gen Z Says No
freepik/stockking

Menurut salah satu peneliti UMN Consulting, Albertus Magnus Prestianta, untuk mendapatkan perhatian Gen Z, memiliki etika yang kuat sangatlah penting.

Gen Z yang memiliki latar pendidikan yang baik dan berasal dari berbagai ras. Selain itu, mereka juga sangat menekankan nilai-nilai positif. Hal itu membuat mereka sangat peduli dengan kesejahteraan orang lain dan lingkungan. 

“Dalam berkampanye, berikan dan tunjukkan kepedulian terhadap isu sosial, ekonomi, kesejahteraan, pekerjaan, kesehatan dan lingkungan. Be genuine. Salah satu etika terpenting bagi generasi Z adalah kepercayaan. Jangan ‘fake’, kalau ketahuan nanti ‘cancel (culture)’,” kata Albertus. 

Hal ini sesuai dengan hasil wawancara kami dengan responden Gen Z yang menginginkan politikus untuk lebih menekankan kompetensi dan meninggalkan sensasi. Mereka gak perlu janji, tapi realisasi.

“Cobalah bermain di ranah yang menonjolkan kompetensi. Pilihlah strategi yang positif, jangan bermain di identitas politik yang bisa memicu perdebatan negatif,” kata Michael (22), Mahasiswa. 

Nah pertanyaan penutupnya, lalu kampanye seperti apa yang disukai Gen Z? Self-value seperti apa yang muncul di kriteria mereka dalam memilih pemimpin? Dan bagaimana sifat mereka dalam menyambut Pemilu 2024? Jawabannya ada di report Gen Z dan Pemilu 2024 kita. Kunjungi laman premium kami untuk dapat insightnya ya!

This article is useful? Share on

Latest Article

Ngerinya Pretty Privilege, Dari Serial Killers Hingga Fandom

30 June2023
The problem with pretty privilege ranges from a successful career to justifying murder. Gak percaya?… Read More

Kenapa Meme Marketing Disukai Gen Z?

16 June2023
UMN Consulting, Jakarta – Meme atau humor adalah cara terbaik menikmati hidup. Itulah kenapa, Generasi… Read More

Gimana Sih Bisnis Fandom Dalam Sepak Bola?

02 June2023
UMN Consulting, Jakarta – ‘Opium’ mungkin istilah yang tepat untuk menggambarkan sepak bola. Fandom sepak… Read More